Lemdiklat Polri Mengajarkan : Berani Keluar dari Zona Nyaman

Tulisan : Kalemdiklat Polri, Komjen Pol. Prof. Dr. Crhsyhnanda Dwilaksana, M.Si.

Manusia pada umumnya mencari kemapanan, kenyamanan. Keluar dari zona nyaman, seakan ” wong legan golek momongan”. Zona nyaman memabukan? Menjadi malas, menggampangkan, menganggap segala sesuatu begitu begitu saja, landai landai dan hampir – hampir tidak ada lagi kebaruan.

 

Keluar zona nyaman bisa dianalogikan sebagai pohon yang dipruning atau dipangkasi atau dibacoki batangnya dengan parang agar rajin berbuah dsb. Keluar dari zona nyaman bisa juga dimaknai dengan mulai hal yang baru, yang berbeda bahkan bertentangan dengan yang sudah lama dilakukan atau yang sudah menjadi kebiasaan. Itu semua tentu saja bukanlah hal mudah.

Memulai hal baru tersebut membutuhkan keberanian, keteguhan, konsistensi, bahkan kerelaan berkorban.
Zona nyaman memang membuat manusia terlena dan terlelap, karena kenyamanan ingin terus dipertahankan dan dianggap sudah sampai pada puncaknya. Dalam kenikmatan situasi itu, maka manusia menjadikan enggan melihat, mendengar, atau mencari hal-hal baru. Dia tidak menyadari dunia sekitarnya sudah berubah menjadi suatu dunia baru.

Kelompok-kelompok zona nyaman tersebut sangat takut kehilangan hak-hak istimewanya (privilege). Kenyamanan yang dinikmati sudah menjadi “candu”. Para kelompok zona nyaman ini akan berusaha sekuat tenaga menghambat perubahan. Kondisi nyaman yang meninabobokan itu membuat mereka terlena dan seakan-akan sudah sampai pada puncak puncak kenikmatannya.

Sebaliknya, jika sadar dan berani berupaya keluar dari zona nyaman itu, hal ini berarti timbulnya kepekaan, kepedulian, serta masih ada keinginan untuk melakukan perubahan. Inilah harapan untuk terus hidup tumbuh dan berkembang karena mampu mengikuti dan menyesuaikan perkembangan zaman. Perubahan memerlukan kreativitas, kecerdasan, konsistensi, kerelaan berkorban, serta keberanian.

1. Kreativitas dalam konteks perubahan adalah kemampuan menemukan solusi, memodifikasi yang lama, atau menemukan yang baru, yang dapat dikategorikan sebagai bentuk baru yang lebih: cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, dan mudah diakses dibandingkan dengan pola atau cara yang lama;

2. Kecerdasan dalam konteks perubahan adalah kemampuan (kompetensi), baik secara administrasi maupun operasional, yang mampu diunggulkan karena mempunyai spesifikasi yang yang lebih terkemuka jika dibandingkan dengan kompetitor maupun mitra-mitranya;

3. Konsistensi dalam konteks perubahan adalah kesadaran yang terfokus terus untuk bergerak maju serta mengembangkan berbagai hal baru. Konsistensi merupakan citra dari sikap yang teguh dan bertanggungjawab akan hidup dan kehidupannya untuk terus bertahan, bahkan tumbuh dan berkembang melampaui yang lainnya;

4. Kerelaan berkorban dalam konteks perubahan adalah kesadaran dan tanggungjawab moral untuk meninggalkan zona nyaman menuju tatanan baru. Kerelaan yang memerlukan proses perjuangan panjang yang melelahkan dan menuntut pengorbanan harta benda, waktu, bahkan jiwa raga;

5. Keberanian melakukan perubahan merupakan sikap yang penuh tanggungjawab untuk memperbaiki kesalahan, siap dimasa kini dan menyiapkan masa depan yang lebih baik. Keberanian menghadapi kelompok-kelompok status quo dan preman yang begitu kuat dan hebat dalam menghembuskan sikap anti perubahan.

Dalam perubahan, menurut Reynald Kasali, dapat dikategorikan sebagai “Vuca: a lot of surprise”: (1) Volatility: bergejolak, perubahan merupakan sesuatu yang timbul karena gejolak dan dalam kondisi yang (2) Uncertainty: tidak ada yang pasti, dalam masalah yang penuh dengan (3) Complexity: kompleks, berkaitan, banyak yang bermain terutama para pemangku kepentingan; dan (4) Ambiguity: banyak hal meragukan.

Dengan demikian, keluar dari zona nyaman merupakan proses perubahan yang dapat dilakukan dengan cara:
1.Menginspirasi dengan cara mengajak orang melihat apa yang kita lihat, bergerak, dan menyelesaikan;
2.Menunjukan prinsip-prinsip yang mendasar dan berlaku umum yang merupakan kepekaan dan kemampuan untuk melihat makna di balik gejala dan fakta, yang belum tentu terlihat oleh orang lain;
3.Sadar untuk tidak terjebak dalam kerangka atau frame;
4.Berpikir dengan cara baru yang kreatif atau thinking in new boxes;
5.Apakah anda berkarakter losers (mengeluh terus, alasan) atau winners (membuat perubahan) dan mengajak orang lain berperan sebagai pengemudi, bukan sebagai penumpang;
6.Melakukan teknik kontras membandingkan, memprediksi, dan memberdayakan dari kondisi saat ini ke arah yang akan datang.

Kita dapat belajar dari restorasi Meiji di Jepang, Revolusi Industri, Revolusi Perancis, Revolusi Amerika dsb dapat dijadikan acuan mereformasi birokrasi. Semangat pembaharuan untuk adanyanya tatanan baru yang out of the box atau melepas belenggu cara berpikir ( captive mind).

 

Semua dimulai atas keberanian keluar dari zona nyaman. Kata kata reformasi birokrasi sering diungkapkan bahkan menjadi jargon dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Terutama reformasi secara kultural. Reformasi birokrasi secara kultural seingkali sebatas seremonial, fakta tidak sesuai dengan harapan. Fakta berbeda antara ideal dengan aktual bahkan bisa bertentangan. Hal tersebut direfleksikan dari core valuenya. Political will yang mempertahankan status quo dan keengganan keluar dari zona nyaman menunjukan anti perubahan yang sangat kental. Kaum mapan dan nyaman memiliki kekuatan dan kekuasaan serta sumber daya besar untuk memelihara berbagai dominasi dan pendominasiannya di berbagai sumber daya. Mereka tidak mau kehilangan previlegenya sehingga terus berupaya mempengaruhi political will. Model feodalisme dengan cara konvensional, parsial dan manual serta pemdekatan personal terus dipertahankan. Core value berbeda bahkan bertentangan dengan yang ideal, kehormatan semu,kebanggaan materi semua masih bercokol dan menjadi pujaan.

Keluar dari zona nyaman merupakan perubahan mendasar reformasi secara kuktural, yang dimulai dari pemimpinnya. Pemimpin dengan kepemimpinan yang transformasional
Yang visioner dan mampu memperbaiki kesalahan, mampu memenuhi tuntutan, harapan, tantangan, kebutuhan bahkan ancaman di masa kini. Kebijakannya mencerahkan dan menyadarkan untuk melakukan perubahan. Mau tidak mau perubahan merupakan suatu keniscayaan.

 

Perubahan yang hakiki dan mendasar membuat core value birokrasi makin mendekati yang ideal dan melakukan keutamaan . Sesuatu yang eksisting tentu ada yang baik dan benar untuk ditumbuh kembangkan secara konsisten dan berkesinambungan. Standar operaional dan pencapaian tujuan menjadi indeks keberhasilan dan produktifitasnya.

Menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan perubahan jaman untuk memperbaiki kesalahan masa lalu, mengatasi ancamannya serta untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik dengan berbasis keutamaanya beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1. Membuat rasionalisasi atas apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab dan dijabarkan dalam sop sebagai panduan implementasinya dalam grand strategi, aturan dan panduannya serta penyiapan sumber daya manusia yang akan mengawakinya. Yang terus direvisi dan tatkala tidak relevan atau menghambat dirubah atau dibuang karena akan menjadi toxic dan melemahkan yang lainnya.
2. Membangun program program visioner yang modern sesuai dengan kekinian yang dijadikan visi misi birokrasi, pelayanan prima dan anti korupsi
3. Mengimplementasikan Strategi :
a. akademik,
b. hukum ,
c. Operasional ,
d. media ,
e. soft power dan smart power,
f. politik
4. Political will untuk mewujudkan point 1 sd 4
5. Kepemimpinan yang transformatif
6. Membangun tim transformasi sebagai back up system
7. Membangun infrastruktur dan sistem sistem modern berasis IT yang menjadi baian intervensi maupun fungsi kontrol
8. Memberdayakan sdm yang profesional yang dapat menjadi agen perubahan dan role model
9. Program program unggulan di tempatkan dalam berbagai pilot projek
10. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan tugas dalam standar index keberhasilan dan pola pola pengembangannya

Langkah langkah di atas tatkala menjadi komitmen, integritas para pemimpinnya dan mampu diimplementasikan secara konsisten akan sangat membantu memberdayakan potensi potensi yang ada secara efektif dan efisien.

 

Reformasi birokrasi secara kultural dimulai keluar dari zona nyaman yang merupakan sesuatu yang mendasar agar birokrasi mampu bertahan dan mendapat kepercayaan publik. Dasar birokrasi dalam negara yang modern dan demokratis dibangun berbasis :
1. Supremasi hukum
2. Mampu memberikan jaminan dan perlindungan Ham
3. Transparansi
4. Akuntabilitas
5. Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat
6. Memberikan pelayanan prima kepada publik
7. Adanya pembatasan dan pengawasan publik.
8. Membangun infrastruktur dan sistem sistem yang saling terhubung ( on line ) dan bernasis elektronik
9. Membangun dan menerapkan stem big data dan one stop service.
10. Membangun strategi kolaborasi multibstake holder antara pemerintah, sektor bisnis, pakar dan akademisi dan helix lainnya.

Daya tahan, daya tangkal bahkan daya saing sepanjang jaman bukan yang kuat, bukan yang besar, bukan yang kaya melainkan yang mampu melakukan perubahan yang berbasis pada keutamaan secara dinamis mampu mengikuti bahkan melampaui disrupsi.

Sespim Lemdiklat Polri sebagai sekolah calon pemimpin di masa depan tatkala masih mengajarkan cara cara lama dan gaya feodal yang sarat kekerasan simbolik sejatinya sedang “silent suicide”.

 

Mengapa demikian hasil didiknya menjadi “captive mind”. Menjadi penakut, penurut, penjilat, yang penuh kepura puraan. Pemimpin yang demikian pemimpin yang lemah tajut salah, pengecut dan memalukan di banyak hal akibat tidak paham keutamaannya. Memuja cara namun lupa tujuannya.

Keluar dari zona nyaman di Sespim Lemdiklat Polri setidaknya mencakup :
1. Menjadikan sekolah yang berbasis moral
2. Sekolah bukan mencari ranking atau predikat kelulusan melainkan ada transformasi, tercerahkan dan penuh kebahagiaan sehingga menjadi kenangan yang tak terlupakan
3. Cara belajar bukan semata mata menghafal dan menjajakan teori orang melainkan mampu untuk berpikir kreatif inovatif dalam model berpikir konstruktif atau dekonstruktif yang tidak menghafal melainkan berani membongkar cara mapan nyaman yang tidak mencerdaskan secara proaktif problem solving.
4. Di era digital kelas, guru bukan satu satunya keunggulan sekolah, melainkan menjadi suatu mentoring dalam dialog peradaban yang humanis, kritis, dinamis yang bisa dengan berbagai cara mencerdakan dengan terbelenggu ruang dan waktu.
5. Keberanian menemukan dan menjalan keutamaan yang terkait bagi : kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban melalui kurikulum dasar untuk penanaman nilai, kurikulum pokok dikaitkan dengan ilmu kepolisian dan kapita selekta dikaitkan dengan isu isu penting yang terjadi dalam masyarakat.
6. Mendidik dan melatih para peserta didik untuk menjadi kesatria yang mampu menjadi agen perubahan, pelopor bagi kebaikan dan perbaikan, yang tidak cengeng, cari enaknya, pengecut.
7. Mendidik menjadikan siapa bukan sebatas apa dan bagaimana. Karena pemimpin itu simbol atau ikon bukan sebatas manajer, melalui leader branding.
8. Mendidik kemampuan sebagai pemimpin untuk menghadapi fakta brutal dalam kondisi emerjensi maupun kontijensi.
9. Pendidikan dikembangkan melalui dialog peradaban secara aktual maupun virtual yang tidak terjebak pada hal hal pragmatis maupun seremonial
10. Sistem ujian dikembangkan dalam suatu art policing melalui leader expo untuk memamerkan pemikirannya dalam konteks kebaruan dan pembaharuan.

About Admin -

Check Also

Kapolres Kolaka Utara Perintahkan Polsek Pakue Gerak Cepat Bekuk Pelaku Pencabulan Anak Dibawah Umur

KOLAKA UTARA – Kepala Kepolisian Resor Kolaka Utara AKBP Arif Irawan, S.H.,S.I.K.,M.H memerintahkan jajaran nya …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *